AGUS BERHARAP SEMOGA AHOK BISA MENANG DI PUTARAN KE 2.




Magazine Daily QQ, Jakarta, Agus Yudhoyono sudah pasti tidak bisa mengikuti putaran kedua Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Suara Agus di beberapa lembaga survey bahkan tidak ada yang menyentuh angka 20 persen. Banyak faktor yang menjadi alasan di balik jebloknya suara Agus.

Namun satu hal, Agus telah menjadi petarung yang baik dan telah berbesar hati mengakui kekalahannya.Meskipun persentase suara yang didapat Agus memiliki selisih lumayan dengan calon-calon lainnya, suara ini akan menjadi rebutan dua pasangan yang tersisa.

Baik Ahok-Djarot maupun Anies-Sandi akan sama-sama menggarap pemilih Agus-Silvy, golput, dan swing voters dalam Pilkada Putaran Kedua 19 April 2017 mendatang. Rerata suara Agus di berbagai lembaga survey bekisar di angka 16-17%, sementara Ahok ada di angka 43% dan Anies 40%. Limpahan suara ini akan menjadi tiket bagi calon tersisa untuk menduduki kursi DKI 1.

Lantas bagaimana caranya meraih simpati dari kubu Agus agar mau mengalihkan suaranya ke Ahok-Djarot? Sepertinya jika kita meminta Partai Demokrat bergabung dengan PDI Perjuangan akan sangat sulit. SBY dan Megawati seperti Tom and Jerry dalam dunia perpolitikan Indonesia.

Secara formal, kemungkinan Partai Demokrat akan merapat ke koalisi Gerindra-PKS atau memilih bersikap netral. Tapi bukan berarti Ahok tidak bisa menggaet suara dari para simpatisan Agus-Silvy.

Pertama-tama memang Agus dan Ahok harus bertemu. Entah sebagai pertemuan empat mata atau mau sekalian mengajak Silvyana Murni dan Djarot Saiful Hidayat. Ahok harus bisa meyakinkan Agus bahwa langkah Agus selanjutnya akan sangat menentukan karier politik putra sulung SBY ini. 99% Agus tidak mungkin kembali lagi ke militer sehingga kemungkinan besar ia akan terjun dalam politik dan bisnis.

Dengan berani punya pilihan sikap politik sendiri, secara tidak langsung Agus akan membuktikan ke masyarakat “Saya Bukan Boneka Bapak Saya“. Agus pun akan bisa belajar banyak dari Ahok tentang bagaimana menjadi politisi dan birokrat yang baik. Meskipun berbagai isu menerpa, tapi tetap memiliki basic konstituen yang kokoh.

Sebab ke depan, sejarah SBY, Partai Demokrat, dan kroni-kroninya tentu akan selalu dihembuskan oleh lawan politik Agus kepada dirinya. Sebuah tantangan bagi Agus untuk meyakinkan massanya nanti bahwa dia berbeda dari apa yang sudah ada.

Dengan merapat dan menimba ilmu dari Ahok-Djarot maka Agus akan bisa membuktikan bahwa sebagai seseorang yang intelek dan mantan komandan militer, dia tahu bagaimana harus menghargai kinerja baik dan nyata dari seseorang.

Isu agama pun sepertinya tidak bisa 100 persen dianggap sebagai senjata ampuh untuk menaklukkan lawan. Kita memang tidak bisa menggugat prinsip sebagian orang yang harus memilih pemimpin seiman, tapi kita bisa mulai membangun pendidikan politik bagi masyarakat bahwa iman adalah isu personal dan bagaimana seseorang menjadi pemimpin yang baik adalah isu bersama.

Banyak yang ilfeel dengan poin kampanye Agus yang bawa-bawa soal agama. Dengan merapat ke Ahok, Agus bisa menunjukkan bahwa secara personal dia adalah insan yang menghormati perbedaan dan pluralisme.


Agus tentu paham bahwa kampanye yang sedianya dilakukan untuk mendukung dirinya dengan membawa isu agama pada akhirnya malah yang menikmati hasilnya adalah calon lain. Calon yang ujung-ujungnya juga menjelekkan Agus karena dianggap tidak berpengalaman dan cuma mendompleng nama orang tua.


Agus juga bisa menunjukkan bahwa dukungan dari Ormas Keagamaan yang cenderung radikal juga tidak membawa hasil yang baik. Apalagi jika ormas tersebut kemudian ingin menjadikan negara ini menjadi negara khilafah pada akhirnya. Sebagai seorang yang pernah masuk militer tentu Agus paham sekali hal seperti ini mengancam persatuan dan kesatuan NKRI serta merongrong Pancasila sebagai dasar negara.

Siapapun yang ingin menjabat di negara ini harus meletakkan kecintaan dan aplikasi kehidupan berbangsa bernegara sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar dengan baik. Jadi secara etika sudah tidak elok jika calon pejabat malah didukung oleh Ormas yang mau merusak negara.

Dengan menggandeng tangan Ahok dan Djarot, Agus bisa membuktikan bahwa dia nasionalis sejati, dia paham tentang Pancasila, dan dia menghormati ke-Bhinneka Tunggal Ika-an bangsa ini. Ini akan sangat membantu Agus jika dia ingin menjadi sesuatu di Negara ini suatu hari nanti.

Agus pun bisa mengajak buzzer–buzzernya berbesar hati dan berbalik untuk tidak menggunakan hoax dalam menyikapi hasil Pilkada ini. Kita harus mengakui bahwa kinerja buzzer Agus cukup masif dan baik sehingga sukses menimbulkan kehebohan di sosial media selama masa kampanye.

Sekarang saatnya buzzer Ahok dan Agus bisa bergandengan tangan menciptakan awan sejuk di sosial media. Cukup fokuskan menyebarkan berita baik tentang Paslon yang diusung dan tidak menyebarkan hoax tentang lawan.

Silvy, sebagai orang yang sudah pernah terjun langsung dalam sistem pemerintahan di DKI Jakarta di masa kepemimpinan Ahok, tentu tahu bagaimana Ahok bekerja. Secara pribadi, kini masanya dia bisa memberikan kritik saran membangun untuk Ahok-Djarot secara personal maupun sebagai mantan kompetitor di Pilgub.

Silvy juga yang bisa membantu menyebarkan kabar baik tentang kinerja dan program-program yang telah dan akan disiapkan untuk Jakarta oleh Ahok. Silvy juga yang bisa memberikan jawaban telak apakah program dari Paslon lawan adalah program yang bisa direalisasikan dan sesuai dengan kondisi Jakarta atau hanya sekedar manis didengar saja.

Tidak usah merasa bahwa diperiksanya dia dengan berbagai kasus adalah upaya penjegalan. Silvy harus bisa legawa menerimanya sebagai bentuk pertanggungjawabannya sebagai seorang abdi negara, toh jika memang tidak terbukti dia tentu tidak akan menerima hukumannya.

Saya yakin loyalis Partai Demokrat masih banyak yang bisa berpikir rasional dan realistis. Mereka tidak akan semudah itu dibius dengan isu “Yang Penting Muslim”. PAN dan PKB pun juga dikenal sebagai partai yang meskipun berbau Islami tapi lebih demokratis dan nasionalis daripada Partai Islam lainnya.

Hanya saja voters mereka ini perlu lebih diberi pemahaman dan ini adalah tugas Agus, Silvy, buzzer mereka, dan segenap tim suksesnya. Toh ya sebetulnya masih ada Muslim di kubu Ahok, yaitu Pak Djarot. Mereka berdua ini sebetulnya adalah simbol yang cocok bahwa Indonesia menghormati keberagaman dan perbedaan. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Subscribe to receive free email updates: